KULIAH GEOMORFOLOGI



LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH









MIA RAMADAYANTI
NPM: 1625010137

SEMESTER : V (LIMA)
GOLONGAN: A2












LABORATORIUM SUMBER DAYA LAHAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2018



I.      PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Konfigurasi permukaan bumi yang mempunyai relief khas dan dikontrol oleh adanya struktur dan terbentuk sebagai akibat proses geomorfologi yang bekerja pada batuan induk yang terjadi dalam ruang dan kurun waktu tertentu disebut bentuk lahan. Ada beberapa faktor yang menentukan bentuk lahan yaitu kesan topografi dan relief, struktur batuan dan proses pembentukan batuannya. (Vertstappen, 1983). Peta topografi adalah representasi grafis dari bagian permukaan bumi yang ditarik ke skala. Interpretasi peta topografi lebih menekankan pada pengamatan terhadap garis kontur untuk menafsirkan medan atau konfigurasi relief dan kelerengan suatu daerah. Interpretasi garis kontur pada peta topografi juga dapat menunjukkan jenis atau bentuk lereng, yaitu lereng landai seragam (gentle), lereng curam (steep), lereng cembung (convex), dan lereng cekung (concave) (Department of The Army, 2001).
Pola dan bentuk garis kontur pada topografi yang mencerminkan konfigurasi relief dan lereng menunjukkan kesan kenampakan permukaan bumi yang merupakan ekspresi topografi. Untuk merepresentasikan seluruh bentuk relief dalam bentuk gambaran garis kontur dalam suatu peta, perlu dilakukan penggambaran beberapa garis kontur yang memiliki ketinggian yang berbeda dengan garis kontur disebelahnya berdasarkan nilai tinggi yang berurutan. Dengan adanya nilai tinggi dari garis kontur yang berurutan dengan garis kontur lainnya berarti terdapat suatu besaran yang membatasi antara dua kontur tersebut, yang dinamakan interval kontur. Garis kontur pada suatu peta merupakan proyeksi pada serangkaian titik pada ketinggian yang sama secara tegak lurus (ortogonal) pada bidang datar (peta). Garis kontur akan mempermudah analisa suatu daerah untuk mengetahui bentang lahan pada wilayah tersebut.

1.2  Tujuan praktikum
a.     Mengenal Peta topografi, garis kontur, sifat garis kontur, pola kontur, kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng.
b.    Mampu membuat peta topografi berdasarkan data titik-titik ketinggian
c.     Mampu membuat peta kontur dengan menggunakan software komputer secara mandiri.
d.    Mampu membuat interpretasi bentuk bentang alam berdasarkan peta topografi
e.    Mampu membuat deskripsi satuan geomorfologi kualitatif dan kuantitatif berdasarkan analisis peta topografi.
f.      Mampu mengaplikasikan pemanfataan analisis peta topografi.

1.3  Manfaat praktikum
a.    Mahasiswa mampu memahami dan mengenal peta topografi, membuat serta menganalisis pemanfaatan analisa peta topografi
b.    Mahasiswa mampu untuk mengaplikasikan pemanfaatan analisa peta topografi
c.     Mahasiswa mampu mengoperasikan software Surfer v.15 dengan baik

II.    ALAT / BAHAN / SARANA PENDUKUNG
a.      Personal Computer 
b.      Software Surfer v.15
a.      Lembar peta plot titik ketinggian,
b.      pensil teknis,
c.      penggaris,

III.   METODA
1.    Membuat ploting ketinggian secara manual dengan lembar kerja yang telah disediakan.
2.    Memasukkan data ploting ketinggian pada software surfer v. 15
3.    Membuat peta kontur, peta kontur 3D, gambar penampang serta profil menggunakan software Surfer v.15

IV.      HASIL PENGAMATAN
Gambar 1. Plot Titik Ketinggian

Gambar 2. Peta Kontur

Gambar 3. Peta Kontur 3D

Gambar 4. Garis Penampang Peta Kontur

Gambar 5. Profill B-T

Gambar 6. Profil U-S

Gambar 7. Medan 3D

Gambar 8. Medan 3D
V.      DESKRIPSI
Berdasarkan plot titik ketinggian pada lembar kerja dan program sofware surfer memiliki kesamaan. Maksudnya adalah letak titik nya sama, tidak ada yang beda. Pada lembar plot titik yang diberikan menggunakan skala 1:100 m atau 1 cm pada lembar kerja menggambarkan 100 m di plot titik ketinggian.
5.1  Deskripsi bentuk topografi
Peta topografi merupakan peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garisgaris ketinggian. Pada topografi menunjukkan bentuk dan ketinggian permukaan melalui garis garis ketinggian (garis kontur). Garis kontur pada prinsipnya adalah garis perpotongan bentuk muka bumi dengan bidang horizontal pada suatu ketinggian yang tetap. Pola dan bentuk garis kontur pada topografi yang mencerminkan konfigurasi relief dan lereng menunjukkan kesan kenampakan permukaan bumi yang merupakan ekspresi topografi.
Berdasarkan peta kontur diatas, kawasan tersebut termasuk dalam area perbukitan. Karena pada analisa masing-masing profil diketahui terdapat bukit yang memiliki ketinggian berbeda. Ketinggian bukit memiliki ketinggian maksimal yaitu 320 m. Sedangkan ketinggian rata-rata yaitu 83,15 m. Pada peta kontur memiliki jarak interval 40 m pada tiap beda ketinggian.
Pada topografi memiliki parameter pengukuran yaitu kemiringan lereng, bentuk lereng dan panjang lereng. Lereng landai dicirikan dengan garis kontur berbentuk “u” yang seragam dan tampak lembut serta pola kontur yang tidak rapat (sedang). Lereng curam dicirikan oleh garis kontur yang sangat rapat. Lereng cembung dicirikan dengan pola yang sangat rapat pada kaki lereng, dan pada atas lereng memiliki pola renggang. Sebaliknya pada lereng cekung sangat rapat garis konturnya pada atas lereng dan lebih renggang pada kaki lereng atau lereng bawah (Department of The Army, 2001).
Berdasarkan analisa peta kontur area tersebut memiliki kemiringan lereng maksimal 378,46% kemiringan minimal 13,41% serta memiliki kemiringan rata-rata 70-80%. Artinya termasuk dalam kelas sangat terjal. Pada beberapa area perbukitan terdapat sebuah lembah atau cekungan. Yang dimungkinkan sebagai tempat penampungan air hujan. Pada parameter topografi selanjutnya yaitu bentuk lereng. Pola bentuk lereng pada area tersebut memiliki bentuk cembung dan cekung. Selain itu untuk panjang lereng pada profilnya adalah 1715 m pada profil 1 (garis penampang Barat-Timur) sedangkang profil 2 (garis penampang Utara-Selatan) yaitu 1716 m.

5.2  Perhitungan kemiringan lereng maksimal, minimal dan kemiringan rata2 (dalam %)
Kemiringan lereng menunjukan besarnya  sudut lereng dalam persen atau derajat. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45° selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnnya lereng semakin besar, maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik ke bawa oleh tumbukan butir hujan akan semakin banyak. 
Tabel 1. Hasil Perhitungan Sudut Lereng (%) pada Profil 1 ( Gambar 5)
No
Y
X
Kemiringan Lereng (%)
Keterangan
I
0,61
1,01
60,40
Sangat terjal
II
0,42
1,85
22,70
Miring sedang
III
0,42
0,7
60,00
Sangat terjal
IV
3,33
2,09
159,33
Sangat curam
V
1,11
1,38
80,43
Sangat terjal
VI
0,37
1,16
31,90
Terjal
VII
0,19
0,53
35,85
Terjal
VIII
0,64
0,95
67,37
Sangat terjal
XI
0,18
0,81
22,22
Miring sedang
X
4,92
1,30
378,46
Sangat curam
XI
0,29
0,64
45,31
Terjal
XII
0,45
0,80
56,25
Terjal
XIII
0,33
0,57
57,89
Terjal
XIV
0,74
0,95
77,89
Terjal
XV
0,23
0,95
24,21
Terjal
KEMIRINGAN MAKSIMUM
378,46
KEMIRINGAN MINIMUM
22,22
KEMIRINGAN RATA-RATA
76,80
 


Tabel 2. Hasil Perhitungan Sudut Lereng (%) pada Profil 2 (Gambar 6)
No
Y
X
Kemiringan Lereng (%)
Keterangan
I
0,40
0,77
51,95
Terjal
II
1,77
1,00
177,00
Sangat curam
III
1,73
1,00
173,00
Sangat curam
IV
0,43
0,67
64,18
Sangat terjal
V
0,2
1,45
13,79
Miring sedang
VI
5,16
2,3
224,35
Sangat curam
VII
1,30
1,22
106,56
Sangat terjal
VIII
1,24
1,52
81,58
Sangat terjal
XI
0,55
1,58
34,81
Terjal
X
0,24
1,79
13,41
Miring sedang
XI
0,53
1,42
37,32
Terjal
XII
0,20
1,01
19,80
Miring sedang
KEMIRINGAN MAKSIMUM
224,35
KEMIRINGAN MINIMUM
13,41
KEMIRINGAN RATA-RATA
83,15




5.3  Perhitungan panjang lereng
Panjang lereng : (Menggunakan skala 1 : 100)
Profil 1 (A)

Profil 2
5.4  Klasifikasi penggunaan lahan

Tabel 3.  Hubungan penggunanaan lahan dengan sudut lereng secara optimum

Penggunaan atau aktifitas

Kelas sudut lereng (%)
0-3
3-5
5-10
10-15
15-30
30-70
> 70
Rekreasi umum
+
+
+
+
+
+
+
Bangunan terhitung
+
+
+
+
+
+
+
Penggunaan kota umum
+
+
+
+



Jalan urban / kota
+
+
+




Pusat perdagangan
+
+





Jalan raya / tol
+
+





Lapangan terbang
+






Jalan kereta api
+






Jalan lain
+
+
+
+
+
< 45

Kawasan pertanian
+
+
+
+
+
+
+
Kawasan industri
+
+





Kawasan pariwisata
+
+
+
+
+
+
+
Kawasan pemukiman
+
+
+





Penggunaan lahan pada suatu kawasan harus perlu dilakukan analisa mengenai ketepatan fungsinya. Untuk analisa dasar yaitu menghitung kemiringan lereng pada suatu kawasan yang akan dijadikan sebagai lahan yang diinginkan. Karena kemiringan lereng akan mempengaruhi produktifitas penggunaan lahan tersebut. Pada tabel 3 di jelaskan bahwa pada kelas lereng yang memiliki simbol + artinya kawasan tersebut bisa dijadikan sebagai aktifitas manusia untuk meningkatkan fungsi penggunaan lahan. Namun harus diperhatikan, kesesuaian kawasan dengan kemiringan lereng paling utama. Agar penggunaan lahan bisa optimum dan tidak terjadi kerusakan lingkungan.
 

  5.5 Pemanfaatan lahan pada satuan geomorfologi
Struktur geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul genesis dari bentuk lahan. Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik terendah dan kemiringan lereng, relief atau kesan topografi memberikan informasi tentang konfigurasi permukaan bentuk lahan yang ditentukan oleh keadaan morfometrinya. Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik batuan serta mineral penyusnnya, yang akan mempengaruhi pembentukan lahan. Bentuk lahan adalah bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil perubahan  bentuk permukaan bumi oleh proses-proses geomorfologis yang beroperasi pada permukaan bumi. Proses geomorfologi tersebut menyangkut semua perubahan baik fisik maupun kimia yang terjadi dipermukaan bumi oleh tenaga-tenaga geomorfologis. Tenaga geomorfologis adalah semua tenaga yang ditimbulkan oleh medium alami yang berada dipermukaan bumi termasuk diatmosfer Dibyosaputro, 1998). Klasifikasi bentuk lahan didasarkan pada   genesis,     proses,    dan     batuan. Bentuk lahan bentukan asal fluvial berhubungan dengan daerah-daerah penimbunan (sedimentasi) seperti lembah lembah sungai besar dan dataran aluvial. Pada dasarnya bentuklahan ini disebabkan karena proses fluvial akibat proses air yang mengalir baik yang memusat (sungai) maupun aliran permukaan bebas (over land flow).
Kondisi topografi pada suatu daerah didasarkan pada kemiringan lereng serta beda ketinggian. Dengan mengetahui kondisi topografi suatu kawasan dapat diketahui berbagai macam tipe penggunaan yang cocok pada area tersebut. Berbagai tipe penggunaan lahan dijumpai di permukaan bumi, masing-masing tipe mempunyai kekhususan tersendiri. Tipe penggunaan lahan secara umum meliputi pemukiman, kawasan budidaya pertanian, padang penggembalaan, kawasan rekreasi dan lainnya. Penggunaan lahan haruslah memenuhi persyaratan yang diperlukan agar lahan tersebut dapat berproduksi serta tidak mengalami kerusakan untuk jangka waktu yang tidak terbatas (Sitorus, 1995).
Badan Pertanahan Nasional mengelompokkan jenis penggunaan lahan sebagai berikut : (1) pemukiman, berupa kombinasi antara jalan, bangunan, tegalan atau pekarangan, dan bangunan (kampung dan emplasemen); (2) kebun, meliputi kebun campuran dan kebun sayuran merupakan daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran, baik dengan pola acak maupun teratur sebagai pembatas tegalan; (3) tegalan merupakan daerah yang ditanami umumnya tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami dimana vegetasi yang umum dijumpai adalah padi gogo,singkong, jagung, kentang, kedelai dan kacang tanah; (4) sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga beberapa hari sebelum panen; (5) hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang rimbun, besar serta lebat; (6) lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia; (7) semak belukar adalah daerah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola dengan tajuk yang relatif kurang rimbun (Widyaningsih, 2008).
Kemampuan lahan merupakan pencerminan kapasitas fisik lingkungan yang dicerminkan oleh keadaan topografi, tanah, hidrologi, dan iklim, serta dinamika yang terjadi khususnya erosi, banjir dan lainnya. Kombinasi karakter sifat fisik statis dan dinamik dipakai untuk menentukan kelas kemampuan lahan, yang dibagi menjadi 8 kelas. Kelas I mempunyai pilihan penggunaan yang banyak karena dapat diperuntukan untuk berbagai penggunaan, mulai untuk budidaya intensif hingga tidak intensif, sedangkan kelas VIII, pilihan peruntukannya sangat terbatas, yang dalam hal ini cenderung diperuntukan untuk kawasan lindung atau sejenisnya (Rustiadi et al., 2010).  Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan dari besarnya faktor-faktor penghambat. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin buruk, berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang diterapkan semakin terbatas.
Berdasarkan analisa peta topografi memiliki kemiringan rata-rata 70-80 % (perhitungan kemiringan lereng) termasuk dalam kelas sangat terjal. Dalam penggunaan lahan bisa digunakan dalam kawasan rekreasi umum, bangunan terhitung (pemukiman beberapa warga), kawasan pertanian dan kawasan pariwisata. Dalam penggunaan lahan tersebut harus diperhitungkan mengenai kesesuaian lahan berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan agar tidak terjadi kerusakan atau degardasi lahan sehingga lahan tersebut dapat digunakan secara optimal.
VI.    KESIMPULAN
Berdasarkan analisa topografi pada peta kontur dapat disimpulkan bahwa :
1. Peta topografi menunjukkan representasi grafis dari permukaan bumi yang ditarik dalam suatu skala. Topografi dapat menetukan kemiringan lereng, pola dan bentuk lereng serta panjang lereng.
2. Struktur geomorfologi dapat menentukan suatu bentuk bentang lahan (land form) sehingga dapat di representasikan menjadi suatu bentang lahan tertentu yang dilihat dari peta kontur.
3. Topografi dari kawasan tersebut menggambarkan area perbukitan. Dibuktikan dengan adanya kemiringan lereng maksimal 378,46% yang termasuk dalam kelas sangat curam. Kemiringan lereng minimal yaitu 13,41 termasuk dalam kelas miring sedang. Sedangkan kemiringan rata-rata berada pada nilai antara 70-80% yang termasuk dalam kelas sangat terjal.
4. Pola bentuk lereng yaitu cembung dan cekung dan memiliki panjang lereng 1715 m pada profil 1 dan 1716 pada profil 2.
5. Penggunaan lahan pada satuan geomorfologi harus disesuaikan berdasrakan klasifikasi kemampuan lahan agar tidak terjadi kerusakan lahan dan penggunaan lahan pada area tersebut bisa digunakan secara optimal.


DAFTAR PUSTAKA
Department of The Army. 2001. Map Reading and Land Navigation. Washington DC: The United States Army.

Dibyosaputro, S. 1998. Longsor Lahan di Daerah Kecamatan nSamigaluh Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada.

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rustiadi E, S Saefulhakim, DR Panuju. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: CrestPent Press. Jakarta: Yayasan Obor Indones

Sitorus, S. (1995). Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito Bandung, Bandung. Hal. 1-69

Verstappen., H. Th. 1983. Applied Geomorphology.Geomorphological Sureys for Environmental Management. Amsterdam: Elsivier.

Widyaningsih, W. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub Das Keduang
Ditinjau dari Aspek Hidrologi. Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenali Tanda dan Gejala Serangan Virus pada Tanaman

TITIK LAYU PADA TANAMAN

SOAL UTS DASAR-DASAR ILMU TANAH