DASAR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
PENGEMBANGAN RUANG
TERBUKA HIJAU DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA YANG KEBERLANJUTAN (SUSTAINABLE CITY)
(MIA
RAMADAYANTI/1625010137)
1. Latar
Belakang
Ruang terbuka hijau (RTH)
dalam perencanaan pembangunan secara global sangat diperlukan dalam menjaga
keseimbangan kualitas lingkungan hidup suatu daerah khususnya di daerah
perkotaan yang memiliki berbagai permasalahan berkaitan dengan masalah ruang
yang sedemikian kompleks. Tata ruang dan lingkungan hidup mengandung arti yang
sangat luas karena kota yang baik merupakan satu kesatuan ruang yang direncanakan
berdasarkan kebutuhan komponen penyusunan ruangnya, sehingga dapat menciptakan
suasana kenyamanan dan kesehatan bagi warganya (Samsudi, 2010).
Ruang terbuka hijau (RTH)
khususnya di wilayah perkotaan memiliki fungsi yang penting diantaranya terkait
aspek ekologi, sosial budaya, dan estetika. Berkaitan dengan fungsi secara
ekologi misalnya, ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengendali iklim yakni
sebagai produsen oksigen, peredam kebisingan, dan juga berfungsi sebagai
kontrol pandangan yaitu dengan menahan silau matahari atau pantulan sinar yang
ditimbulkan (Imansari dan Khadiyanta,
2015).
Sustainable
City merupakan bagian dari Sustainable Development
yaitu pembangunan yang berguna
untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa perlu menurunkan kemampuan generasi yang
akan datang. Pembangunan kota yang berkelanjutan tidak hanya didasarkan atas
aspek lingkungan namun daya dukung masyarakat dalam mendukung keberlanjutan. Berkelanjutan
memiliki makna terjaga secara stabil kondisi ekonomi masyarakat yang sejahtera sesuai
dengan pengembangan potensi lingkungan atau keunikan masyarakatnya serta
kondisi lingkungan alam yang semakin baik. Maka dapat disimpulkan bahwa makna
dari keberlanjutan kota yaitu mampu menjaga keseimbangan antara lingkungan,
sosial dan ekonomi (Budihardjo, 2005).
2. Sustainable
City
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan memiliki interaksi tiga sistem yaitu sistem
biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Prinsip-prinsip
pembangunan kota yang berkelanjutan diperlukan untuk menciptakan kota yang
berkelanjutan. Dalam sustainable city
diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E: Environment (Ecology),
Economy, Employment, Equity
Engagement, dan Energy (Research Triangle Institue, 1996). Menurut Lestari
dkk (2014) pembangunan
keberlanjutan harus memiliki prinsip-prinsip keberlanjutan. Prinsip kota berkelanjutan tersebut terdiri dari:
a)
Terjaminnya
perekonomian yang stabil
b)
Peningkatan
produktivitas warga
c)
Pelayanan
publik yang memadai
d)
Terjaminnya
kualitas lingkungan
e)
Pemerataan,
kesejahteraan, lingkungan yang sehat dan lestari
3. Ruang
Terbuka Hijau
(RTH)
Pengertian dari ruang terbuka
hijau (RTH) merupakan suatu ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih
luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur
(Kusuma, 2017). Sedangkan pengertian ruang terbuka hijau menurut undang-undang
No. 26 tahun 2007 pada pasal 1 yaitu Ruang terbuka hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman
atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian,
pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Menurut undang-undang No.
26 tahun 2007 tentang penataan ruang, menegaskan bahwa komposisi ideal RTH (ruang
terbuka hijau) dari suatu kota adalah 30%
dari luas wilayah yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat. Proporsi
30% tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem
kota, baik keseimbangan sistem hidrologi
dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Ruang
terbuka hijau secara umum memiliki fungsi untuk perlindungan atau pengamanan,
sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman
pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya
tidak teganggu. Pada undang-undang No. 26 tahun 2007 disebutkan bahwa fungsi
RTH yaitu :
1)
Fungsi
Bio ekologis (fisik), yaitu memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari
sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar system sirkulasi
udara dan air secra alami dapat berlangsung lancer, sebagai peneduh, produsen
oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah)
polutan median udara, air dan tanah serta penhan angin.
2)
Fungsi
sosial ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya
local. RTH merupakan media komunikasi arga kota, tempat rekreasi, tempat
pendidikan dan penelitian.
3)
Ekositem
perkotaan produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah serta
bias menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan dan lain sebagainya.
4)
Fungsi
estetis yaitu meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari
skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro: lanskap kota
secara keseluruhan. Mampu menstimulasi kreatifitas dan produktivitas warga
kota. Juga bisa berekreasi secara aktif mapun pasif seperti bermain,
berolahraga, atau kegitan sosialisasi lain yang sekaligus menghasilkan
“keseimbangan kehidupan fisik dan psikis”
4. Ruang
terbuka hijau publik
Ruang
terbuka hijau publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum
misalnya taman kota, taman pemakaman umum serta jalur hijau sepanjang sungai,
jalan dan pantai sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008.
a)
Pengembangan
RTH Pertamanan
Ruang terbuka hijau meliputi Taman Olahraga, taman
perumahan dan taman kota. Berfungsi sebagai tempat pendidikan dan sosial,
estetika dan filter bagi polusi, mereduksi potensi banjir dan mengantisispasi
krisis lingkungan yang semakin meluas (Lestari dkk, 2014). Salah satu contoh
nya pada RTH Taman Kota. RTH
Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau
bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal 480.000 penduduk dengan standar
minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2.
Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan
fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80%
- 90%. Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak
ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim
mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan.
b)
Pengembangan
RTH Hutan Kota
Tantangan
Pengembangan RTH Hutan Kota yaitu Hutan kota
tidak terurus sehingga perlu difungsikan agar lebih indah serta Melindungi hutan kota dari kerusakan,
kebakaran
serta hama penyakit. Kedua hal ini menjadi topik pembahasan utama dalam
rencana pengembangan hutan kota. Karena dala perencanaan pembangunan diperlukan
kajian-kajian yang akan berfungsi sebagai kawasan hijau. Adapun tujuan dari
pembangunan hutan kota yaitu : Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai
estetika; Membuat daerah resapan air; Menciptakan keseimbangan dan keserasian
lingkungan fisik kota; dan Mendukung
pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.
Perencanaan pembangunan hutan kota memiliki
aturan-aturan yang sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 mengenai macam-macam
bentuk hutan kota dan struktur hutan kota. Berikut merupakan bentuk-bentuk
hutan kota :
·
Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas
vegetasi terkonsentrasi pada satu areal,
dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak
beraturan;
·
Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk
tertentu, dengan luas minimal 2500 m. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar
terpencar-pencar dalam bentuk rumpun
atau gerombol-gerombol kecil;
·
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas
90% - 100% dari luas hutan kota;
·
Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk
jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya.
Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m.
Sedangkan pada struktur hutan kota terdiri dari :
Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan
pepohonan dan rumput; dan Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas
tumbuh-tumbuhan selain terdiri dari pepohonan dan rumput, juga terdapat semak
dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak beraturan.
Gambar 1. Pola Tanam Hutan Kota Strata 2 |
Gambar 2. Pola Tanam Hutan Kota Strata Banyak |
c)
Pengembangan
RTH Sabuk Hijau
Sabuk
hijau merupakan RTH yang berfungsi
sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan
lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas
satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan
dari faktor lingkungan sekitarnya. Fungsi dari sabuk hijau antara
lain peredam kebisingan; mengatasi intrusi air laut; penipis cahaya silau;
penahan angin; mengatasi penggenangan dan sebagainya.
Sabuk hijau dapat berbentuk RTH yang memanjang mengikuti
batas-batas area atau penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga
berperan sebagai pembatas atau pemisah; Hutan kota; dan Kebun campuran, perkebunan,
pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan melalui peraturan yang
berketetapan hukum, dipertahankan keberadaannya.
d)
Pengembangan
RTH Jalur Hijau
Pengembangan RTH jalur hijau memiliki beberapa
tantangan dalam rencana pembangunan ke depannya. Misalnya Kawasan jalur hijau
dijadikan sebagai kawasan permukiman warga; Sulitnya menanam pohon besar
karena masyarakat memilih tanaman
produktif sehingga fungsi resapan tidak optimal; Kurang memantau, menghalau dan
menjaga debit sungai. Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan
penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan
kelas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua)
hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Berikut merupakan contoh tata letak RTH jalur hijau berdasarkan fungsinya masing-masing.
Gambar 3. Tata Letak RTH Jalur Hijau |
Gambar 4. Contoh Jalur Hijau Tanaman Tepi Peneduh |
Gambar 5. Jalur Tanaman Penyerap Polusi Udara |
e)
Pengembangan
RTH Pejalan Kaki
Ruang
pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan
atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi dengan RTH harus
memenuhi salah satu syarat misalnya Kenyamanan
adalah cara mengukur kualitas fungsional yang ditawarkan oleh sistem pedestrian
yaitu Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada lansekap
untuk membantu dalam menemukan jalan pada konteks lingkungan yang lebih besar; dan
Kemudahan berpindah dari
satu arah ke arah lainnya yang dipengaruhi
oleh kepadatan pedestrian, kehadiran penghambat fisik, kondisi permukaan jalan
dan kondisi iklim. Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang
termasuk penyandang cacat.
Gambar 8. Pola Tanam RTH Jalur Pejalan Kaki |
f)
Pengembangan
RTH Sempadan Pantai
Permasalahan pada daerah perkotaan untuk jangka
panjang yaitu mengenai intrusi air laut. Artinya air laut masuk ke dalam tanah
menggantikan air tanah sehingga air yang dikonsumsi oleh masyarakat menjadi
asin, bahkan apabila masalah tersebut tidak segera diatasi maka kawasan
perkotaan tersebut akan tenggelam. Misalnya baru-baru ini terdapat wacana bahwa
pada tahun 2050 Jakarta akan terencam tenggelam. Adanya wacana tersebut karena
melihat kondisi Jakarta yang tiap tahun mengalami banjir dan intrusi air laut. Intrusi
air laut masuk karena air tanah berada jauh dibawah tanah dan tidak ada daerah
resapan air lagi sehingga memungkinkan air laut masuk kedalam tanah. Maka untuk
mengatasi masalah tersebut dilakukan usaha-usaha seperti membangun ruang
terbuka hijau (RTH) sempadan pantai.
RTH
sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas pertumbuhan permukiman
atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu kelestarian pantai. RTH sempadan
pantai merupakan area pengaman pantai dari kerusakan atau bencana yang ditimbulkan
oleh gelombang laut seperti intrusi air laut, erosi, abrasi, tiupan angin kencang
dan gelombang tsunami. Lebar RTH sempadan pantai minimal 100m dari batas air
pasang tertinggi ke arah darat. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau)
seluas 90% - 100%. Khusus untuk RTH sempadan pantai yang
telah mengalami intrusi air laut atau merupakan daerah payau dan asin,
pemilihan vegetasi diutamakan dari daerah setempat yang telah mengalami
penyesuaian dengan kondisi tersebut. Asam Landi (Pichelebium dulce) dan Mahoni (Switenia
mahagoni ) relatif lebih tahan jika dibandingkan Kesumba, Tanjung, Kiputri,
Angsana, Trengguli, dan Kuku. Usaha lain yang dapat dilaksanakan yaitu
penanaman mangrove. Fungsi dari mangrove sebagai peredam ombak dan dapat
membantu proses pengendapan lumpur. Beberapa jenis tumbuhan di ekosistem mangrove
antara lain: Avicenia spp, Sonneratia
spp, Rhizophora spp, Bruguiera spp, Lumnitzera spp, Excoecaria spp, Xylocarpus
spp, Aegiceras sp, dan Nypa sp.
Gambar 9. Contoh Penanaman Vegetasi pada RTH Sempadan Pantai |
5. Ruang
terbuka hijau privat
Ruang terbuka hijau privat
berupa kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat atau swasta yang
ditanami oleh tumbuhan, pada intinya ruang terbuka hijau privat dimiliki oleh
individu/perorangan.
a)
Pengembangan
RTH Pekarangan
Pekarangan
adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai aktivitas. Luas
pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di
kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA mengenai RTRW di
masing-masing kota. Pengklasifikasian pekarangan ditentukan
berdasarkan luasan wilayah, terdiri dari pekarangan rumah besar (luas lahan
diatas 500 m2); pekarangan rumah sedang (luas lahan antara 200 m2
sampai 500 m2); dan
pekarangan rumah kecil (luas lahan dibawah 200 m2).
Namun kendala pada RTH pekarangan ini adalah
keterbatasan luas lahan. Pada luas halaman yang terbatas dengan jalan
lingkungan yang sempit, memungkinkan untuk patrispasi dalam mewujudkan RTH
melalui penanaman dengan menggunakan pot atau media tanam lainnya.
b)
Pengembangan
RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof
Garden)
Pengembangan RTH ini didasarkan untuk turut
partisipasi dalam pembangunan ruang terbuka hijau pada kondisi luas lahan
terbuka terbatas. Maka untuk RTH dapat memanfaatkan ruang terbuka non hijau,
seperti atap gedung, teras rumah, teras-teras bangunan bertingkat dan disamping
bangunan, dan sebagainya. Lahan dengan KDB (koefisien dasar bangunan) diatas
90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan
dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas, RTH dapat disediakan
pada atap bangunan. Untuk itu bangunan harus memiliki struktur atap yang secara
teknis memungkinkan. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan taman atap
bangunan adalah: struktur bangunan; lapisan kedap air (waterproofing ); sistem
utilitas bangunan; media tanam; pemilihan material; aspek keselamatan dan
keamanan; aspek pemeliharaan (peralatan dan tanaman). Penerapan RTH ini perlu
memperhatikan jeni tanaman yang akan ditanam. Tanaman untuk RTH dalam bentuk
taman atap bangunan adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran
yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap
hembusan angin serta relatif tidak memerlukan banyak air. Berikut merupakan contoh RTH bentuk taman
pada atap bangunan.
Gambar 10. Contoh Struktur Lapisan pada Roof Garden |
c)
Pengembangan
RTH Pertanian dan Perkebunan
Pengembangan RTH Pertanian dan Perkebunan salah satu
tujuannya untuk kesejahteraan masyrakat, kaitannya dengan taraf
perekonomiannya. Misalnya pada daerah Nganjuk yang memiliki rencana pembangunan
RTH Pertanian dan Perkebunan (Lestari dkk., 2014). Pembanguan RTH Pertanian dan
Perkebunan didasarkan pada RESNTRA tahun 2009 sampai 2013. Yang membahas
mengenai RTH pertanian dan perkebunan yaitu Mengembangkan pertanian
agribisnis dan agroindustri,
pengembangan komoditas melalui teknologi,
pemasaran pertanian, penyuluhan, dan
meningkatkan manajemen petani.
Pada perencanaan pembangunan tentunya terdapat beberapa tantangan.
Tantangan pengembangan RTH Pertanian & Perkebunan berdasarkan
Renstra Dinas Pertanian tahun 2009-2013 meliputi:
·
Produktivitas meningkat, harga rendah
·
Permintaan produk pertanian pangan meningkat,
kapasitas SDA terbatas
·
Pembangunan teknologi
·
Kelembagaan Petani Masih Lemah
·
Pemasaran belum adil terkait modal
· Ketidakmampuan masyarakat desa mengakses
permodalan karena Lembaga keuangan terbatas, Prosedur sulit, dan Petani sulit
mengakses kredit, Teknologi dan
Kualitas Sumberdaya.
d)
Pengembangan
RTH Lingkungan atau Pemukiman
Ø
RTH Taman Rukun Tetangga
Taman Rukun
Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup
1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT
tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan luas minimal
250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari
rumah-rumah penduduk yang dilayani.
Ø
RTH Taman Rukun Warga
RTH
Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk
melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga
masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas
taman ini minimal 0,5 m2 per
penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada
radius kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya.
Ø
RTH Kelurahan
RTH
kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal 0,30 m2 per penduduk kelurahan, dengan luas
minimal taman 9.000 m2. Lokasi taman berada pada wilayah kelurahan
yang bersangkutan.
Ø
RTH Kecamatan
RTH
kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m2 per penduduk kecamatan, dengan luas
taman minimal 24.000 m2.
6. Kesimpulan
Pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) kota secara berkelanjutan
berdasarkan tiga aspek utama yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Pelaksanaan
RTH kota berkelanjutan (sustainable city)
terdiri dari pengembangan RTH publik dan RTH privat. Pada RTH publik meliputi
pengembangan RTH taman kota, hutan kota, sabuk hijau, jalur hijau, pejala kaki
dan sempadan pantai. Sedangkan pada RTH privat meliputi RTH pekarangan, RTH roof garden, RTH pertanian dan
perkebunan dan RTH pemukiman. Pelaksanaan pengembangan RTH harus didasarkan
pada pedoman undang-undang yang sudah di atur oleh pemerintah yaitu UU No. 26
Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008.
Daftar Pustaka
Budihardjo
Eko, Sujarto. 2005. “Kota Berkelanjutan”. Bandung: Penerbit P.T Alumni.
Imansari
N. dan Khadiyanta P.. 2015. Penyediaan Hutan Kota dan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka
Hijau (RTH) Publik Menurut Preferensi Masyarakat di Kawasan Pusat Kota
Tangerang. Jurnal Undip Ruang (vol.1) no. 3, 2015, 101 – 110 doi: http://dx.doi.org/10.14710/ruang.1.4.101-110
Kusuma, Agung H.S,. 2017. Pengalihfungsian Lahan Ruang Terbuka Hijau
(Taman Kota Jalan Garuda Sakti) Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Pekanbaru. JOM FISIP Vol. 4 No. 2.
Lestari, Sugiyanti Puji., I. Noor., H. Wibawanto,.
2014. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Upaya Mewujudkan Sustainable City (Studi Pada Masterplan
Pengembangan RTH Tahun 2012-2032 di Kabupaten Nganjuk). Jurnal Administrasi
Publik (JAP), Vol. 2, No. 3, Hal. 381-387
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008. Tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan.Direktorat
Jendral Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum.
Research
Triangle Institue, 1996. Environmental Criteria and Assessment Office.United
State Kingdom.
Samsudi, 2010. Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan Tata
Ruang Perkotaan Kota Surakarta. Journal
of Rural and Development Vol. 1 No.
1.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Tentang Penataan
Ruang
Komentar
Posting Komentar