DASAR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH


PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA YANG KEBERLANJUTAN (SUSTAINABLE CITY)
(MIA RAMADAYANTI/1625010137)


1.    Latar Belakang
Ruang terbuka hijau (RTH) dalam perencanaan pembangunan secara global sangat diperlukan dalam menjaga keseimbangan kualitas lingkungan hidup suatu daerah khususnya di daerah perkotaan yang memiliki berbagai permasalahan berkaitan dengan masalah ruang yang sedemikian kompleks. Tata ruang dan lingkungan hidup mengandung arti yang sangat luas karena kota yang baik merupakan satu kesatuan ruang yang direncanakan berdasarkan kebutuhan komponen penyusunan ruangnya, sehingga dapat menciptakan suasana kenyamanan dan kesehatan bagi warganya (Samsudi, 2010).
Ruang terbuka hijau (RTH) khususnya di wilayah perkotaan memiliki fungsi yang penting diantaranya terkait aspek ekologi, sosial budaya, dan estetika. Berkaitan dengan fungsi secara ekologi misalnya, ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengendali iklim yakni sebagai produsen oksigen, peredam kebisingan, dan juga berfungsi sebagai kontrol pandangan yaitu dengan menahan silau matahari atau pantulan sinar yang ditimbulkan (Imansari dan Khadiyanta,  2015).
Sustainable City  merupakan bagian dari Sustainable Development  yaitu  pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa perlu menurunkan kemampuan generasi yang akan datang. Pembangunan kota yang berkelanjutan tidak hanya didasarkan atas aspek lingkungan namun daya dukung masyarakat dalam mendukung keberlanjutan. Berkelanjutan memiliki makna terjaga secara stabil kondisi ekonomi masyarakat yang sejahtera sesuai dengan pengembangan potensi lingkungan atau keunikan masyarakatnya serta kondisi lingkungan alam yang semakin baik. Maka dapat disimpulkan bahwa makna dari keberlanjutan kota yaitu mampu menjaga keseimbangan antara lingkungan, sosial dan ekonomi (Budihardjo, 2005).
2.    Sustainable City
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan memiliki interaksi tiga sistem yaitu sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Prinsip-prinsip pembangunan kota yang berkelanjutan diperlukan untuk menciptakan kota yang berkelanjutan. Dalam  sustainable city diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E:  Environment  (Ecology),  Economy, Employment,  Equity Engagement, dan  Energy (Research Triangle Institue, 1996). Menurut Lestari dkk (2014) pembangunan keberlanjutan harus memiliki prinsip-prinsip keberlanjutan. Prinsip  kota berkelanjutan tersebut terdiri dari:
a)    Terjaminnya perekonomian yang stabil 
b)    Peningkatan produktivitas warga
c)    Pelayanan publik yang memadai
d)    Terjaminnya kualitas lingkungan 
e)    Pemerataan, kesejahteraan, lingkungan yang sehat dan lestari

3.    Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Pengertian dari ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur (Kusuma, 2017). Sedangkan pengertian ruang terbuka hijau menurut undang-undang No. 26 tahun 2007 pada pasal 1 yaitu Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Menurut undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, menegaskan bahwa komposisi ideal RTH (ruang terbuka hijau) dari suatu kota adalah  30% dari luas wilayah yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik  dan 10% ruang terbuka hijau privat. Proporsi 30% tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan  sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Ruang terbuka hijau secara umum memiliki fungsi untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu. Pada undang-undang No. 26 tahun 2007 disebutkan bahwa fungsi RTH yaitu :
1)    Fungsi Bio ekologis (fisik), yaitu memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar system sirkulasi udara dan air secra alami dapat berlangsung lancer, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan median udara, air dan tanah serta penhan angin.
2)    Fungsi sosial ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya local. RTH merupakan media komunikasi arga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan dan penelitian.
3)    Ekositem perkotaan produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah serta bias menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan dan lain sebagainya.
4)    Fungsi estetis yaitu meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro: lanskap kota secara keseluruhan. Mampu menstimulasi kreatifitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif mapun pasif seperti bermain, berolahraga, atau kegitan sosialisasi lain yang sekaligus menghasilkan “keseimbangan kehidupan fisik dan psikis”
4.    Ruang terbuka hijau publik
Ruang terbuka hijau publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum misalnya taman kota, taman pemakaman umum serta jalur hijau sepanjang sungai, jalan dan pantai sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008.
a)    Pengembangan RTH Pertamanan
Ruang terbuka hijau meliputi Taman Olahraga, taman perumahan dan taman kota. Berfungsi sebagai tempat pendidikan dan sosial, estetika dan filter bagi polusi, mereduksi potensi banjir dan mengantisispasi krisis lingkungan yang semakin meluas (Lestari dkk, 2014). Salah satu contoh nya pada RTH Taman Kota. RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal 480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%. Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan. 
b)    Pengembangan RTH Hutan Kota
Tantangan Pengembangan RTH Hutan Kota yaitu Hutan kota  tidak terurus sehingga perlu difungsikan agar lebih indah  serta Melindungi hutan kota dari kerusakan,  kebakaran serta hama penyakit. Kedua hal ini menjadi topik pembahasan utama dalam rencana pengembangan hutan kota. Karena dala perencanaan pembangunan diperlukan kajian-kajian yang akan berfungsi sebagai kawasan hijau. Adapun tujuan dari pembangunan hutan kota yaitu : Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; Membuat daerah resapan air; Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan  Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.
Perencanaan pembangunan hutan kota memiliki aturan-aturan yang sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 mengenai macam-macam bentuk hutan kota dan struktur hutan kota. Berikut merupakan bentuk-bentuk hutan kota :
·         Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal,  dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan;
·         Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal 2500 m. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk  rumpun atau gerombol-gerombol kecil;
·         Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100% dari luas hutan kota; 
·         Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m. 
Sedangkan pada struktur hutan kota terdiri dari : Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan pepohonan dan rumput; dan Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan selain terdiri dari pepohonan dan rumput, juga terdapat semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak beraturan.
Gambar 1. Pola Tanam Hutan Kota Strata 2

Gambar 2. Pola Tanam Hutan Kota Strata Banyak

c)    Pengembangan RTH Sabuk Hijau
Sabuk hijau  merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya. Fungsi dari sabuk hijau antara lain peredam kebisingan; mengatasi intrusi air laut; penipis cahaya silau; penahan angin; mengatasi penggenangan dan sebagainya.
Sabuk hijau dapat berbentuk RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau pemisah; Hutan kota; dan Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan keberadaannya. 
d)    Pengembangan RTH Jalur Hijau
Pengembangan RTH jalur hijau memiliki beberapa tantangan dalam rencana pembangunan ke depannya. Misalnya Kawasan jalur hijau dijadikan sebagai kawasan permukiman warga; Sulitnya menanam  pohon besar  karena masyarakat memilih  tanaman produktif sehingga fungsi resapan tidak optimal; Kurang memantau, menghalau dan menjaga debit sungai. Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan kelas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Berikut merupakan contoh tata letak RTH jalur hijau berdasarkan fungsinya masing-masing.

Gambar 3. Tata Letak RTH Jalur Hijau

Gambar 4. Contoh Jalur Hijau Tanaman Tepi Peneduh

Gambar 5. Jalur Tanaman Penyerap Polusi Udara

Gambar 6. Jalur Tanaman Tepi Penyerap Kebisingan

Gambar 7. Jalur Tanaman Tepi Pemecah Angin

e)    Pengembangan RTH Pejalan Kaki
Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi dengan RTH harus memenuhi salah satu syarat misalnya Kenyamanan adalah cara mengukur kualitas fungsional yang ditawarkan oleh sistem pedestrian yaitu Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada lansekap untuk membantu dalam menemukan jalan pada konteks lingkungan yang lebih besar; dan Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang  dipengaruhi oleh kepadatan pedestrian, kehadiran penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim. Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk penyandang cacat.


Gambar 8. Pola Tanam RTH Jalur Pejalan Kaki

f)     Pengembangan RTH Sempadan Pantai
Permasalahan pada daerah perkotaan untuk jangka panjang yaitu mengenai intrusi air laut. Artinya air laut masuk ke dalam tanah menggantikan air tanah sehingga air yang dikonsumsi oleh masyarakat menjadi asin, bahkan apabila masalah tersebut tidak segera diatasi maka kawasan perkotaan tersebut akan tenggelam. Misalnya baru-baru ini terdapat wacana bahwa pada tahun 2050 Jakarta akan terencam tenggelam. Adanya wacana tersebut karena melihat kondisi Jakarta yang tiap tahun mengalami banjir dan intrusi air laut. Intrusi air laut masuk karena air tanah berada jauh dibawah tanah dan tidak ada daerah resapan air lagi sehingga memungkinkan air laut masuk kedalam tanah. Maka untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan usaha-usaha seperti membangun ruang terbuka hijau (RTH) sempadan pantai.
RTH sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas pertumbuhan permukiman atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu kelestarian pantai. RTH sempadan pantai merupakan area pengaman pantai dari kerusakan atau bencana yang ditimbulkan oleh gelombang laut seperti intrusi air laut, erosi, abrasi, tiupan angin kencang dan gelombang tsunami. Lebar RTH sempadan pantai minimal 100m dari batas air pasang tertinggi ke arah darat. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100%. Khusus untuk RTH sempadan pantai yang telah mengalami intrusi air laut atau merupakan daerah payau dan asin, pemilihan vegetasi diutamakan dari daerah setempat yang telah mengalami penyesuaian dengan kondisi tersebut. Asam Landi (Pichelebium dulce) dan Mahoni (Switenia mahagoni ) relatif lebih tahan jika dibandingkan Kesumba, Tanjung, Kiputri, Angsana, Trengguli, dan Kuku. Usaha lain yang dapat dilaksanakan yaitu penanaman mangrove. Fungsi dari mangrove sebagai peredam ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur. Beberapa jenis tumbuhan di ekosistem mangrove antara lain: Avicenia spp, Sonneratia spp, Rhizophora spp, Bruguiera spp, Lumnitzera spp, Excoecaria spp, Xylocarpus spp, Aegiceras sp, dan Nypa sp.


Gambar 9. Contoh Penanaman Vegetasi pada RTH Sempadan Pantai

5.    Ruang terbuka hijau privat
Ruang terbuka hijau privat berupa kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami oleh tumbuhan, pada intinya ruang terbuka hijau privat dimiliki oleh individu/perorangan.
a)    Pengembangan RTH Pekarangan
Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai aktivitas. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA mengenai RTRW di masing-masing kota. Pengklasifikasian pekarangan ditentukan berdasarkan luasan wilayah, terdiri dari pekarangan rumah besar (luas lahan diatas 500 m2); pekarangan rumah sedang (luas lahan antara 200 m2 sampai  500 m2); dan pekarangan rumah kecil (luas lahan dibawah 200 m2).
Namun kendala pada RTH pekarangan ini adalah keterbatasan luas lahan. Pada luas halaman yang terbatas dengan jalan lingkungan yang sempit, memungkinkan untuk patrispasi dalam mewujudkan RTH melalui penanaman dengan menggunakan pot atau media tanam lainnya.
b)    Pengembangan RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden)
Pengembangan RTH ini didasarkan untuk turut partisipasi dalam pembangunan ruang terbuka hijau pada kondisi luas lahan terbuka terbatas. Maka untuk RTH dapat memanfaatkan ruang terbuka non hijau, seperti atap gedung, teras rumah, teras-teras bangunan bertingkat dan disamping bangunan, dan sebagainya. Lahan dengan KDB (koefisien dasar bangunan) diatas 90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas, RTH dapat disediakan pada atap bangunan. Untuk itu bangunan harus memiliki struktur atap yang secara teknis memungkinkan. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan taman atap bangunan adalah: struktur bangunan; lapisan kedap air (waterproofing ); sistem utilitas bangunan; media tanam; pemilihan material; aspek keselamatan dan keamanan; aspek pemeliharaan (peralatan dan tanaman). Penerapan RTH ini perlu memperhatikan jeni tanaman yang akan ditanam. Tanaman untuk RTH dalam bentuk taman atap bangunan adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap hembusan angin serta relatif tidak memerlukan banyak air.  Berikut merupakan contoh RTH bentuk taman pada atap bangunan.


Gambar 10. Contoh Struktur  Lapisan pada Roof Garden

c)    Pengembangan RTH Pertanian dan Perkebunan
Pengembangan RTH Pertanian dan Perkebunan salah satu tujuannya untuk kesejahteraan masyrakat, kaitannya dengan taraf perekonomiannya. Misalnya pada daerah Nganjuk yang memiliki rencana pembangunan RTH Pertanian dan Perkebunan (Lestari dkk., 2014). Pembanguan RTH Pertanian dan Perkebunan didasarkan pada RESNTRA tahun 2009 sampai 2013. Yang membahas mengenai RTH pertanian dan perkebunan yaitu Mengembangkan pertanian agribisnis  dan agroindustri, pengembangan komoditas melalui teknologi,  pemasaran pertanian, penyuluhan, dan  meningkatkan  manajemen petani. Pada perencanaan pembangunan tentunya terdapat beberapa tantangan. Tantangan  pengembangan  RTH Pertanian & Perkebunan berdasarkan Renstra Dinas Pertanian tahun 2009-2013 meliputi:
·         Produktivitas meningkat, harga rendah 
·         Permintaan produk pertanian pangan meningkat, kapasitas SDA terbatas 
·         Pembangunan teknologi
·         Kelembagaan Petani Masih Lemah
·         Pemasaran belum adil terkait modal 
·  Ketidakmampuan masyarakat desa mengakses permodalan  karena  Lembaga keuangan terbatas,  Prosedur sulit, dan Petani  sulit  mengakses kredit,  Teknologi dan Kualitas Sumberdaya. 
d)    Pengembangan RTH Lingkungan atau Pemukiman
Ø  RTH Taman Rukun Tetangga
Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup 1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani.
Ø  RTH Taman Rukun Warga
RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya.
Ø  RTH Kelurahan
RTH kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal 0,30 m2 per penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m2. Lokasi taman berada pada wilayah kelurahan yang bersangkutan.
Ø  RTH Kecamatan
RTH kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m2 per penduduk kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m2.

6.    Kesimpulan
Pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) kota secara berkelanjutan berdasarkan tiga aspek utama yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Pelaksanaan RTH kota berkelanjutan (sustainable city) terdiri dari pengembangan RTH publik dan RTH privat. Pada RTH publik meliputi pengembangan RTH taman kota, hutan kota, sabuk hijau, jalur hijau, pejala kaki dan sempadan pantai. Sedangkan pada RTH privat meliputi RTH pekarangan, RTH roof garden, RTH pertanian dan perkebunan dan RTH pemukiman. Pelaksanaan pengembangan RTH harus didasarkan pada pedoman undang-undang yang sudah di atur oleh pemerintah yaitu UU No. 26 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008.

Daftar Pustaka

Budihardjo Eko, Sujarto. 2005. “Kota Berkelanjutan”. Bandung: Penerbit P.T Alumni.

Imansari N. dan Khadiyanta P.. 2015. Penyediaan Hutan Kota dan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Menurut Preferensi Masyarakat di Kawasan Pusat Kota Tangerang. Jurnal Undip Ruang (vol.1) no. 3, 2015, 101 – 110 doi: http://dx.doi.org/10.14710/ruang.1.4.101-110

Kusuma, Agung H.S,. 2017. Pengalihfungsian Lahan Ruang Terbuka Hijau (Taman Kota Jalan Garuda Sakti) Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah  Kota Pekanbaru. JOM FISIP Vol. 4 No. 2.

Lestari, Sugiyanti Puji., I. Noor., H. Wibawanto,. 2014. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Upaya Mewujudkan Sustainable City (Studi Pada Masterplan Pengembangan RTH Tahun 2012-2032 di Kabupaten Nganjuk). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 3, Hal. 381-387

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008. Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan.Direktorat Jendral Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum.

Research Triangle Institue, 1996. Environmental Criteria and Assessment Office.United State Kingdom.

Samsudi, 2010. Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota Surakarta. Journal of Rural and Development  Vol. 1 No. 1.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenali Tanda dan Gejala Serangan Virus pada Tanaman

TITIK LAYU PADA TANAMAN

SOAL UTS DASAR-DASAR ILMU TANAH